Hai, warga kesatuan
planet Zeta Reticulli, semoga kalian masih bisa mengingatku. Maafkan aku yang
hilang tanpa kabar. Semenjak kejadian di malam pameran seni itu, saat Agung
yang dengan sengaja menemuiku ke Venice, dan Ramothy yang dengan tiba-tiba
menjadi dingin tanpa alasan, lalu keesokan harinya semua keadaan berubah.
Venesia sudah tidak seindah saat pertama kali aku menginjakan kaki disana,
Verona sudah tidak seromantis seperti saat aku masih mengidolakannya. Sebenarnya
tidak ada yang benar-benar berubah dari kedua kota itu, letak bangunan serta geografis
nya masih pada di titik dan tempat yang sama. Hanya saja keadaanku yang
berubah, hatiku yang semula terisi dengan harapan, kini kembali sirna,
seseorang telah merenggutnya dariku. Seseorang yang tak ku kenal.
Sudah hampir 5 tahun aku berusaha melupakan memori kelam yang
terekam rapih pada salah satu
bagian dari hippocampus otak ku, ia menyimpan informasi tentang dimana dan
kapan kenangan itu terjadi secara spesifik. Bisa di bayangkan betapa
menderitanya manusia jika memiliki ingatan setajam itu yang berisi dengan
memori-memori mengerikan. Mungkin sebab itu pula kutipan-kutipan motivasi atau
yang biasa kita kenal sebagai “Quotes”
marak bermunculan, mulai dari ucapan orang-orang terbaik dunia yang memang
sengaja di kutip, sampai penulis amatir sepertiku pun mampu menciptakan sebuah “Quotes” viral.
Kalian
tau? Aku seraya tersenyum kecil setiap kali berusaha mengingat apa yang terjadi
di masa lalu saat akan ku aplikasikan ke dalam sebuah cerita disini. Setelah Agung
datang ke Venice bersama dengan kabar gembiranya, dan ketika kembali ke
Indonesia, dia tidak mengambil Pilot
License miliknya. Aku mendengar kabar bahwa ia lebih memilih untuk tinggal
di sebuah kota kecil di pulau Bali. Aku paham beberapa hal mengenai dirinya. Aku
mengerti jika dia harus meninggalkan impian terbesarnya. Tapi, ada satu hal
yang mana aku bungkam dibuatnya.
Setahun setelah
pertemuan terakhir itu, ia menikahi seorang wanita cantik yang memiliki satu
orang putri yang cantik pula. Dan lagi aku menggelengkan kepala seraya
tersenyum kecil. Aku tidak seharusnya heran dengan setiap keputusannya. Ya, dia
adalah sosok lelaki berhati besar, baginya cinta adalah pengorbanan, tidak
peduli siapa yang tengah ia hadapi selama orang itu mampu bersenda gurau dengan
dunianya, maka orang itu pantas mendapatkan cinta terbaik miliknya. Agung,
begitu pun semesta akan memanggilnya sebab kebesaran hati yang ia miliki. Hancur?
Tentu saja aku hancur. Namun apalah arti kehancuran ku, jika dia membayarnya
dengan senyum penuh cinta. Jika air matanya adalah milikku, maka bahagianya pun
milikku. Meski bukan aku alasan di balik itu semua. Namun pernah menjadi
sedikit bagian dari kisah hidupnya sudah sangat cukup bagiku.
Kalian tidak
akan tahan jika aku ceritakan bagaimana aku menyimpan dan menjaga perasaanku
dengan sangat apik, untuk lelaki kelahiran 1989 ini. Bahkan aku bisa menghabiskan waktu seumur hidupku
untuk bercerita tentangnya. Memori tentang dirinya begitu lekat, bahkan hingga detik
ini. Sebab itulah Verona tidak lagi menjadi kota romantis bagiku. 2 tahun
setelah pernikahannya, aku meninggalkan Verona dengan status ku sebagai BFA dan
tanpa Ramothy, sejak malam itu ia pun hilang, entah kemana.
Lagi-lagi
aku hanya bisa menghela nafas sambil tersenyum kecil. Semua hal yang terjadi di
masa itu terekam sempurna di dalam kepalaku, dan akan tetap sama. Aku hanya
akan menyimpannya dengan rapih di dalam folder otakku. Kini aku hanya akan
menikmati hidup baru di Negara yang mendapat julukan sebagai “The Black Country” bersama seorang
sahabatku, Faelya, yang dengan sengaja di pertemukan oleh semesta. Kau akan mengenalnya di Precarious Story part 2.